Tuesday, July 31, 2012

Benarkah Tarawih Itu Bid'ah ?


Secara umum, shalat pada malam hari, setelah waktu shalat Isya sampai waktu shalat Shubuh, disebut qiyamul lail. Dalam Al-Qur`an Al-Karim, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ. قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا. نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا. أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا .
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk mengerjakan shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (dari malam itu), (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur`ân itu dengan perlahan-lahan.” [Al-Muzzammil: 1-4]

Definisi Shalat Tahajjud
Shalat pada malam hari juga disebut shalat Tahajjud. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا.
“Dan, pada sebagian malam hari, bertahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” [Al-Isrâ`: 79]
secara bahasa, tahajjud bermakna membuang tidur. Imam Ath-Thabary berkata, “Tahajjud adalah begadang setelah tidur,” kemudian membawakan beberapa nukilan dari ulama salaf tentang hal tersebut[1].

Definisi Shalat Tarawih
Adapun shalat Tarawih, definisinya adalah qiyamul lail secara berjamaah pada malam Ramadhan. Menurut keterangan Al-Hâfizh Ibnu Hajar dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, dinamakan tarawih -merupakan kata jamak dari tarwîhah yang bermakna istirahat- dikarenakan, pada awal kali pelaksanaannya, orang-orang memperpanjang berdiri, rukuk, dan sujud. Apabila telah selesai mengerjakan empat raka’at dengan dua kali salam, mereka beristirahat, kemudian mengerjakan shalat empat raka’at dengan dua kali salam lalu beristirahat, kemudian mengerjakan shalat tiga raka’at sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim,
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّيْ أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصّلِّيْ أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّيْ ثَلاَثًا.
“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidaklah menambah lebih dari sebelas raka’at pada Ramadhan dan tidak pula pada selain Ramadhan. Beliau mengerjakan shalat empat (raka’at), jangan kamu bertanya tentang baik dan panjang (shalat)nya, kemudian mengerjakan shalat empat (raka’at), jangan kamu bertanya tentang baik dan panjang (shalat)nya, lalu mengerjakan shalat tiga (raka’at).” [2]

Bantahan terhadap Orang yang Mengingkari Penamaan Tarawih
Perlu diketahui bahwa penamaan shalat Lail pada malam Ramadhan dengan nama tarawih adalah penamaan yang sudah lama dan dikenal di kalangan ulama tanpa ada yang mengingkarinya. Dalam Shahîh-nya, perhatikanlah Imam Al-Bukhâry (wafat tahun 256 H) yang menulis kitab khusus dengan judul Shalât At-Tarâwîh, demikian pula Muhammad bin Nashr Al-Marwazy (wafat tahun 294 H) dalam Mukhtashar Qiyâmul Lail, serta para ulama lain, abad demi abad, tanpa ada yang mengingkarinya.
Oleh karena itu, alangkah sedikit pemahaman agama sebagian orang pada zaman ini yang mengingkari penamaan shalat Lail pada malam Ramadhan dengan nama shalat Tarawih. Lebih menakjubkan lagi bahwa, tanpa rasa malu, ada sebagian orang yang menganggap bahwa shalat Tarawih adalah bid’ah. Nas`alullâha As-Salâmata Wal ‘Âfiyah



Artikel Lain Yang Mungkin Anda Cari:



No comments:

Post a Comment