Saturday, August 11, 2012

Suasana Ramadan Dan Idul Fitri di Zaman Rasul

Bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyyah, Nabi SAW dan para shahabat untuk pertama kali melaksanakan kewajiban puasa fardlu. Pada tahun yang sama, Nabi SAW dan kaum Muslim menunaikan zakat fitrah dan mengerjakan shalat Idul Fitri untuk yang pertama kali.



Saat itu, suasana Ramadhan dipenuhi suasana ibadah, perjuangan, dan taqarrub kepada Allah. Nabi SAW mendorong kaum Muslim untuk meningkatkan ibadah dan mengisi bulan itu dengan memperbanyak amal kebajikan. Pasalnya, syahr ash-shiyaam adalah bulan ketika Allah melipatgandakan pahala ibadah dan amal kebajikan kaum Muslim. 

Selain ibadah mahdlah, para sahabat disunnahkan memperbanyak amal shalih lainnya seperti membaca Alquran, sedekah, dzikir, dan lain-lain. Lebih dari itu, mereka mengisinya dengan aktivitas jihad untuk memerangi orang-orang kafir.  Tanggal 17 Ramadhan 2 Hijriyah, Nabi SAW dan para shahabat berperang melawan pasukan Quraisy di Badar (Perang Badar al-Kubra). Peperangan ini berhasil dimenangkan secara gemilang oleh kaum Muslim. Pada tanggal 10 Ramadhan 8 Hijriyah, beliau SAW dan para shahabat menaklukkan kota Mekah.

Tradisi Ramadhan di masa Rasulullah SAW terus dipelihara dan dilanjutkan hingga generas-generasi berikutnya. 

Ramadhan di Masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa Khulafaur Rasyidin, suasana Ramadhan tidak ubahnya dengan suasana Ramadhan di era Nabi SAW.  Namun, wilayah kekuasaan Islam semakin luas dan jumlah kaum Muslim semakin bertambah. Suasana Ramadhan pun semakin marak dan pengaruhnya semakin menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Setiap akhir bulan Sya'ban dan Ramadhan, para shahabat memantau hilal untuk memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan sebagaimana perintah Nabi Mohammad SAW. [HR. Imam Abu Dawud]

Mereka juga memulai dan mengakhiri puasa secara serentak pada hari yang sama untuk wilayah-wilayah dekat.  Sedangkan untuk wilayah yang jauh dibiarkan mengawali dan mengakhiri puasa sama dengan pusat kota, dikarenakan adanya kesulitan dalam mendistribusikan informasi rukyat. [Kasyf al-Ghammah 'An Jamii' al-Ummah, juz 1/250]

Para Khalifah berkhuthbah di hadapan masyarakat pada malam pertama bulan Ramadhan. Jika malam pertama bulan Ramadhan telah masuk, Khalifah Umar bin Khaththab ra segera shalat Maghrib dan berkhuthbah di hadapan masyarakat.  [Mushannaf 'Abdur Razaq, juz 4/264]
Pada masa Umar pula, kaum Muslim menyelenggarakan shalat tarawih di masjid secara berjamaah dipimpin oleh seorang imam.  Umar juga mengirim surat kepada para wali agar mereka menyelenggarakan shalat tarawih secara berjamaah di masjid. [Imam Nawawiy, al-Majmuu', juz 3/527].

Adapun pada masa Nabi SAW dan Abu Bakar ra, kaum Muslim mengerjakan shalat tarawih secara beragam, ada yang sendirian dan ada pula yang berjamaah.

Saat itu Umar bin Khaththab ra menyalakan pelita di masjid sepanjang malam pada bulan Ramadhan. [Imam Suyuthiy, Tarikh al-Khulafaa`, hal. 128].
Para khalifah dan kaum Muslim menyediakan makanan untuk berbuka puasa bagi shaa`imuun. Tidak hanya itu saja, mereka juga memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan.  Umar bin Khaththab ra membangun sebuah rumah untuk tamu, orang yang kehabisan bekal di jalan, serta orang-orang yang membutuhkan.  [Maja-lah al-Khilafah al-Islaamiyyah, hal. 7]

Tradisi yang tak pernah berhenti yakni mengkhatamkan Alquran. Di bulan Ramadhan, para shahabat dan sebagian tabiun mengkhatamkan Alquran, selepas Isya' hingga 1/4 malam. Dalam sehari mereka bisa mengkhatamkan Alquran sekali atau dua kali. Utsman bin 'Affan, Tamim ad Dariy, dan Sa'id bin Jabir mengkhatamkan Alquran dalam waktu satu hari satu malam. Mujahid mengkhatamkan Alquran antara waktu Maghrib dan Isya', setiap malam bulan Ramadhan. Manshur bin Zadan mengkhatamkan Alquran dari Dzuhur hingga Ashar, dan pada bulan Ramadhan ia mengkhatamkan Alquran antara Maghrib dan Isya' sebanyak dua kali. [Imam Nawawiy, At Tibyan fi Adab Hamlat Alquran, hal. 47-48].

Mereka pun berburu lailatul qadar di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Sejak masa Nabi SAW hingga sekarang, tradisi berburu lailatul qadar dengan cara i'tikaf di dalam masjid, dan memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah terus berlangsung dan terjaga. [Al-Mudawwanah al-Kubra, juz 1/237]

Tak lupa mereka mengeluarkan zakat fitrah dan menghidupkan malam Idul Fitri. Pada masa Nabi SAW dan Khulafur Rasyidin, kaum Muslim mengeluarkan zakat fitrah pada pagi hari sebelum dilaksanakannya shalat Idul Fitri.

Setelah Ramadhan berakhir, mereka melaksanakan shalat Idul Fitri di tempat tertentu. Pada masa Nabi SAW dan khulafur rasyidin, shalat Idul Fitri dilaksanakan di lapangan terbuka di depan pintu masuk kota Madinah sebelah timur.  Mereka tidak menyelenggarakan shalat Idul Fitri di dalam masjid. Namun, pada masa Umar bin Khaththab ra, kaum Muslim shalat Idul Fitri di dalam masjid dikarenakan hujan. [Sunan Baihaqiy, juz 3/310]. Kaum Muslim bersuka ria dan mengisi Iedul Fithriy dengan aneka ragam permainan dan nyanyian yang mubah. [Ibnu Hazm, Al-Muhalla, juz 5/81]
Dalam beberapa aspek, suasana Ramadhan di era Nabi dan Khulafaur Rasyidin masih bisa dijumpai dan dijaga hingga sekarang.



Artikel Lain Yang Mungkin Anda Cari:



No comments:

Post a Comment