Thursday, August 2, 2012

Sang Penemu Nilon Tewas Karena Racun Sianida


MUNGKIN Anda sudah tidak merasa asing lagi dengan materi yang terbuat dari benang nilon. Kaus kaki, benang jahit, benang penjahit operasi, dan setoking merupakan contoh produk-produk industri yang terbuat dari serat nilon. Akan tetapi, tahukah Anda terbuat dari materi apakah serat nilon tersebut dan siapakah yang mengembangkannya?
Pada 1928, perusahan bernama DuPont De Nemours membuka sebuah laboratorium untuk mengembangkan pengkajian tentang materi-materi kimia buatan. DuPont menyewa sebuah tim yang terdiri atas ahli-ahli kimia muda dan pintar untuk pekerjaan tersebut. Seorang jenius bernama Wallace Hume Carothers (1896-1937) ditugaskan memimpin sebuah riset untuk projek pengkajian materi kimia yang berkaitan dengan serat nilon yang sampai saat ini dikenal sebagai salah satu serat sintesis yang paling baik.
Wallace Hume Carothers dilahirkan pada 27 April 1896 di negara bagian Iowa Amerika Serikat. Pada awal pendidikannya, ia sangat antusias pada bidang akuntansi dan kemudian menggeluti dunia sains, sambil mengajar akuntansi di Tarkio College, Missouri. Ketika masih mengikuti pendidikan kesarjanaannya, ia dipercaya untuk menjadi ketua jurusan kimia di Tarkio College. Selanjutnya, Carothers menerima gelar master dan Ph.D. dari Universitas Illinois. Akhirnya, pada 1924 ia menjadi seorang profesor di Universitas Harvard untuk pengkajian tentang struktur kimia polimer. Akan tetapi, pada 1928 Carothers meninggalkan dunia kampusnya di Harvard untuk memimpin sebuah divisi penelitian di industri kimia DuPont.
DuPont menginginkan Carothers dapat membuat bahan yang dapat menggantikan serat sutra. Sutra merupakan salah satu jenis serat berkualitas baik dan mahal yang dipintal oleh ulat sutra. Jepang dan Cina merupakan negara-negara yang menjadi sumber utama serat sutra bagi Amerika. Akan tetapi, pada saat itu kegiatan perdagangan antara Amerika Serikat dan kedua negara tersebut kurang berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, Carothers bersama timnya yang terdiri atas delapan orang pekerjanya adalah yang pertama ditunjuk oleh DuPont untuk meneliti tentang materi kimia yang berkaitan dengan serat sintesis.
Pada 1931, DuPont melakukan sebuah terobosan pertama, yaitu dengan menciptkan neoprene, yaitu satu jenis karet sintesis yang diciptakan oleh laboratorium Carothers. Neoprene terbentuk dari materi acetylene, yaitu berupa gas hidrokarbon yang tidak berwarna dan tersimpan menjadi acetone akibat proses pemampatan. Beberapa minggu kemudian, di bawah pengawasan dan pimpinannya, timnya mampu menciptakan materi kimia baru yang diberi nama Polimer 3-16, yaitu berupa materi plastik dengan struktur seperti rantai yang membuatnya sangat kuat. Carothers mengintruksikan asistennya Julian Hill (1904-1996) untuk melakukan penelitian berkaitan dengan Polimer 3-16 tersebut.
Polimer merupakan bahan kimia organik, yaitu bahan yang berasal dari makhluk hidup. Akibat tekanan dan pemanasan, bahan tersebut mengubah struktur kimianya dari cairan dan gas menjadi padatan yang sangat kuat. Polimer tersusun atas molekul-molekul yang sangat banyak yang dikenal dengan nama makromolekul. Adapun makromolekul tersusun atas kumpulan dari unit-unit kimia sederhana yang disebut monomers. Atom-atom dalam kandungan polimer tersusun dalam bentuk rantai panjang yang sangat elastis.
Pada 1934 Carothers telah mampu membuat langkah-langkah yang signifikan dalam menciptakan sutra sintesis, yaitu melakukan penelitian dengan mengombinasikan materi kimia amine hexaminethylene, diamine, dan dipici acid untuk membuat serat baru yang dibentuk dengan proses polimerisasi yang sekarang dikenal dengan sebutan reaksi kondensasi.
Suatu hari ketika Carothers keluar dari laboratoriumnya, asistennya Julian Hill memasukkan batang pengaduk ke dalam gelas kimia berisi plastik putih yang lengket, dan akhirnya ia dapat menarik keluar sehelai benang. Benang plastik tersebut sangat elastis dan kuat. Hill dan rekan kerjanya menguji elastisitas plastik tersebut dengan permainan tarik tambang untuk melihat seberapa jauh mereka dapat menariknya. Hal yang mengagumkan adalah semakin kuat mereka menarik benang plastik tersebut, benang plastik tersebut semakin kuat pula. Benang-benang plastik kuat ini dikenal dengan sebutan benang nilon. Nilon merupakan benang seelastis kain sutra dan benang ini dapat dibuat dari bahan minyak bumi (batu bara), air, dan udara tanpa bantuan ulat.

NY & London
Secara etimologis, nilon merupakan kependekan dari “N Y” yaitu dari kata New York dan “Lon” dari kata London. Dua kota tersebut merupakan tempat yang menjadi lokasi pertama serat tersebut diproduksi. Nilon pertama yang dibuat DuPont masih mudah berkerut dan lengket ketika disetrika, tetapi konsumen pada waktu itu tidak peduli karena serat sintesis tersebut lebih kuat daripada sutra. Carothers bersama timnya mencari cara lain untuk membuat serat kain plastik yang lebih baik. Akan tetapi, tindakan tersebut tidak membuahkan hasil, dan mereka kembali meneliti Polimer 3-16 untuk disempurnakan formulanya. Pada penelitian terakhirnya, Carothers mampu membuat nilon yang sekuat sutra seperti yang diinginkan DuPont pada 1934 . Setelah penelitian lima tahun berikutnya, pabrik-pabrik mampu memproduksi nilon dalam jumlah besar.
Pada 27 Oktober 1938, DuPont memublikasikan serat nilon sebagai hasil temuan Carothers bersama timnya kepada publik pada acara Women’s Club Member di New York. Setelah diproduksi secara massal oleh industri, permintaan serat nilon begitu melonjak. Pada 15 Mei 1940, lebih dari 800.000 setoking yang terbuat dari nilon terjual habis pada hari pertama DuPont memasarkan produknya. Pada 1941, penjualan serat sintesis telah mencapai angka 30% dari keseluruhan perdagangan kaus kaki di Amerika Serikat.
Pada permulaan Perang Dunia II, benang yang terbuat dari kapas dan wol telah banyak dikonsumsi masyarakat Eropa dan Amerika, yaitu sekitar 80% dari keseluruhan serat yang digunakan. Akan tetapi, setelah ditemukannya serat nilon pada Agustus 1945, penggunaan serat kapas dan wol menurun drastis sampai dengan 75%. Selama Perang Dunia II, nilon mampu menggantikan sutra Asia sebagai bahan pembuatan parasut. Nilon juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban, tali ikat, tenda, jas hujan, dan perlengkapan militer lainnya. Nilon juga pernah digunakan sebagai bahan pembuatan uang kertas bermutu tinggi di Amerika Serikat.
Pada 1936, Carothers menikahi Helen Sweetman, rekan kerjanya di DuPont. Mereka mempunyai seorang putri. Akan tetapi, sungguh tragis Carothers mengakhiri hidupnya sebelum anak pertamanya lahir. Hal tesebut terjadi karena ia kecanduan minuman keras dan mengalami depresi hebat akibat kematian adiknya yang begitu mendadak pada 1937. Pada 29 April 1937, Carothers seorang ahli kimia terkenal melakukan bunuh diri dengan meminum racun kimia sianida.
Anton Hartanto
Alumni UPI Bandung, Editor buku di PT Grafindo Media Pratama, Bandung.



Artikel Lain Yang Mungkin Anda Cari:



No comments:

Post a Comment